PROSPEK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI TEPUNG SAGU DI SULAWESI TENGGARA

Oleh

Muhammad Aswar Limi, S.Pi., M.Si dan Hesty Sukma Dewi, SP.,M.Si

Pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional memegang peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional, yaitu menciptakan masyarakat yang sejahtera dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok terutama kebutuhan pangan, mengingat pertanian sebagai sektor yang bertanggung jawab terhadap persediaan pangan untuk konsumsi rumah tangga/masyarakat baik perkotaan maupun pedesaan.
Dalam konsep social ekonomi yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, berarti terpenuhinya kebutuhan konsumsi secara kuantitatif dan kualitatif. Pemenuhan kebutuhan konsumsi merupakan salah satu masalah yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan, sehingga pembangunan pertanian sebagai bagian integral dan memegang peranan penting dalam pembangunan nasional melalui konsep makro dan mikro bertujuan untuk meningkatkan hasil mutu produksi pertanian, menjamin ketersediaan pangan, bahan baku industri, meningkatkan taraf hidup masyarakat serta menjamin kelestarian lingkungan.
Sebagai Negara yang terletak di daerah tropika basah, Indonesia kaya akan tanaman penghasil karbohidrat terbesar di dunia. Pada umumnya karbohidrat tersebut diperoleh dari biji-bijian seperti : beras, gandum, jagung, sorgum dan semacamnya, disamping itu juga diperoleh dari umbi-umbian seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, garut, ganyong dan semacamnya, selain itu ada juga jenis tanaman lain yang menyimpan karbohidrat atau pati pada bagian batang-batangnya seperti aren (Arenga pinata), sagu (Metroxylon sp.) dan sebagainya (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang penting kedudukannya sebagai bahan makanan sesudah padi, jagung, dan umbi-umbian. Sagu dapat dikembangkan menjadi pangan nasional yang dapat dimanfaatkan pada saat diperlukan.
Di Indonesia, khususnya di pusat-pusat pertumbuhan sagu, pada umumnya masyarakat setempat baru memanfaatkan pati sagu sebagai bahan pangan tradisional seperti papeda, sinoli, bagea, dan lain-lain yang diproduksi dalam skala industri kecil. Dari hasil penelitian bahwa konsumen sagu tidak akan kekurangan protein karena adanya sumber protein dari makanan lain yang dikonsumsi bersama sagu.
Bahkan di Jawa Barat penduduk hanya memanfaatkan daunnya sebagai bahan atap. Dalam perkembangan terakhir menunjukkan bahwa pati sagu dengan sifat fisis dan kimia yang dimilikinya dapat dimanfaatkan tidak terbatas pada bahan pangan tardisional, tetapi juga dijadikan bahan baku untuk berbagai macam industri modern, baik industri pangan maupun nopangan, yaitu subtitusi dari penggunaan tepung lain yang selama ini banyak dipenuhi dari kegiatan import. Bahkan hasil ikutan atau limbah yang dihasilkan dario proses pengolahan sagu dapat dimanfaatkan untuk beberapa keperaluan.
Sebagai bahan pangan alternatif, sagu merupakan sumber karbohidrat yang perlu diperhatikan dalam rangka mengurangi beban pangan pada beras. Selain itu, sagu juga perlu diperhatikan dalam rangka diversifikasi pangan, mengingat potensinya yang besar, namun belum diupayakan secara maksimal.
Berdasarkan laporan hasil Kantor Dinas Perindustrian Sulawesi Tenggara tahun 2004, bahwa produksi rill dari indutri pengolahan sagu baru mencapai 3.194,8 ton sagu basah dan 1.118,18 ton sagu kering pertahun. Potensi sagu yang dapat diolah di Sulawesi Tenggara 959.420 ton tepung sagu basah atau 334.678,82 ton sagu kering (masih terdapat 99,7%) dari potensi bahan baku yang ada didaerah ini yang belum terolah sehingga total kapasitas dari industri pengolahan sagu perlu ditingkatkan.
Di Indonesia, penggunaan tepung sagu secara umum sebenarnya sudah tidak asing lagi. Apalagi, bagi masyarakat di provinsi Papua atau Malaku. Penggunaan tepung sagu sebagai bahan campuran produk mie, soun, roti, dan bakso di Indonesia, banyak negara maju yang tidak memiliki hutan sagu, seperti Jepang dan Belanda, sangat berminat mengembangkan komoditas asli Indonesia ini. Sebab, dari aspek nilai gizi, tepung sagu mempunyai beberapa kelebihan dibanding tepung dari tanaman umbi atau serelia. Tanaman sagu mengandung pati tidak tercerna yang penting bagi kesehatan pencernaan. Untuk itu, sagu baik dikembangkan sebagai bahan baku mie, mengandung mie dari tepung terigu. Mie berbahan tepung sagu lebih sehat ketimbang mie dari terigu. Namun, mie dari terigu sejauh ini masih terbatas dikembangkan di Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Berbagai keunggulan sagu, seharusnya mampu menggerakkan peneliti lokal untuk mengembangkan keragaman produk pangan bernilai tambah tinggi yang berbasis sagu. Tidak hanya di pasar domestik, melainkan mencari nilai tambah tinggi di pasar internasional. Dengan asupan teknologi tepat guna yang didukung kontinuitas pasokan tepung sagu, keuntungan dari agroindustri sagu di pastikan akan terus membesar untuk masa mendatang. Pengembangan agroindistri sagu mendesak dilakukan, agar sagu tidak lagi menjadi komoditas yang di marginalkan. Pengembangannya tentu saja memerlukan kerja sama sinergis antara pengusaha, peneliti lokal dan pemerintah.Selain mie sagu, mie dari tepung singkong (tapioka) juga sangat layak untuk dikembangkan di Indonesia.Berbeda dengan mie terigu yang gandumnya harus diimpor, mie sagu dan singkong cocok dikembangkan di Indonesia karena bahan bakunya bisa diproduksi di dalam negeri.
A. Permasalahan dalam Pengembangan Agroindustri Tepung Sagu
Dalam pengembangan agroindustri, pada umumnya memiliki permasalahan yang sama yaitu bahan baku, dimana sifat produk pertanian yang cepat busuk, berukuran besar juga bersifat musiman. Demikian pula permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri tepung sagu menjadi mie sagu. Dalam pengembangan agroindustri tepung sagu menjadi mie sagu, bahan baku sagu tidak begitu bermasalah, karena sagu merupakan salah satu komoditi khas Sulawesi Tenggara dan harganya pun tergolong rendah dibandingkan bahan baku lain yang merupakan sumber karbohidrat. Namun yang menjadi permasalahan lain setelah sanitasi selama pengolahan dan permodalan yaitu pasar. Dimana, produk dari sagu ini tergolong baru dimasyarakat dan mie yang dihasilkan memiliki aroma khas yang kurang disukai. Hal tersebut merupakan kelemahan dari pengembangan agroindustri tepung sagu khususnya untuk pembuatan mie sagu
B. Upaya Penanggulangan
Permasalahan yang dihadapi dalam rangka pengembangan agroindustri pengolahan tepung sagu menjadi mie sagu dapat dilakukan denga beberapa upaya penanggulangan sesuai dengan permasalah yang dihadapi.
Penggunaan air bersih dan sanitasi selama proses pengolahan memberikan mutu mie yang lebih baik. Ini ditandai dengan hilangnya bahan yang kurang sedap. Hasil lainnya, penurunan bahan tambahan dapat memperbaiki hasil mie sagu dengan proses yang higienis.
Masalah permodalan dapat diatasi dengan melakukan pinjaman. Dengan membenahi manajemen perusahaan, dikarenakan pihak perbankkan mennsyaratkan 5C (capital, capasity, colateral, carakter dan condition) untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan.
Untuk memperkenalkan produk baru kepada masyarakat, dibutuhkan analisis pasar sehingga dapat diketahui seberapa besar kekuatan produk yang dipasarkan dibandingkan dengan produk lain yang sejenis (mie yang terbuat dari bahan baku gandum). Untuk itu, diperlukan kerjasama yang dinergis antara pengussaha, peneliti lokal dan pemerintah dalam mensosialisasikan produk tersebut sebagai salah satu produk unggulan daerah

C. Analisis Kelayakan
a. Analisis Teknis
1) Lokasi Perusahaan
Penentuan lokasi yang tepat akan meminimumkan beban biaya, baik biaya investasi maupun biaya eksploitasi. Lokasi usaha ini direncanakan terletak di Kabupaten Konawe dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu :
 Ketersediaan bahan baku
Bahan baku merupakan komponen yang amat penting dari keseluruhan proses operasi perusahaan. Variabel ini merupakan variabel dominan dalam penentuan lokasi pabrik.
Suhubuangan dengan bahan mentah, beberapa hal yang perlu diperhatikan :
 Jumlah kebutuhan bahan baku
 Kelayakan harga bahan baku, baik sekarang maupun masa datang
 Kapasitas, kualitas dengan kontinuitas sumber bahan baku
 Biaya pengangkutan
 Letak pasar yang dituju
Letak pasar sebaiknya dekat dengan lokasi pabrik sehingga dapat meminimumkan biaya pengangkutan, juga penyimpanan.
Selian itu, hal yang perlu diperhatikan yaitu daya beli konsumen, pesaing dan beberapa data tentang analisa aspek pasar.
 Tenaga listrik dan air
Ketersediaan listrik dan air yang cukup sangat diperlukan untuk kelncaran proses produksi
 Suplly tenaga kerja
Tersediannya tenaga kerja, baik tenaga kerja terdidik maupun terlatih akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang ditanggung perusahaan
 Fasilitas transportasi
Fasilitas transportasi ini berkaitan erat dengan pertimbangan bahan mentah dan pertimbangan pasar. Jika lokasi mendekati sumber bahan mentah, maka fasilitas transportasi terutama diperhitungkan dalam kaitannya dengan ongkos transportasi menuju pasar, dari sumber bahan mentah ke lokasi pabrik, demikian pula sebaliknya.
2) Luas Produksi
Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi ini adalah
 Batasan permintaan yang telah diketahui terlebih dahulu dalam perhitungan market share
 Tersediannya kapasitas mesin-mesin
 Jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi
 Kemampuan finansial dan manajemen
 Kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi dimasa yang akan datang
b. Analisis Ekonomi
1). Biaya Investasi
No Uraian Jlm Kebutuhan Harga Satuan (Rp.000) Jumlah (Rp. 000) Masa Pakai (Tahun) Nilai Penyusutan (Rp. 000)
1 Bangunan 100 m2 10 1,000 10 100
2 Mesin
- Penggiling 1 500 500 3 167
- Mixer 1 300 300 2 150
3 Peralatan
- Baskom 5 50 250 1 250
- Pisau 3 5 15 1 15
- Panci 5 250 1,250 1 1,250
- Kompor 3 500 1,500 1 1,500
- Meja 2 400 800 3 267
Total biaya investasi 5,615 3,698




2). Biaya Operasional
a). Biaya Tetap
No Uraian Biaya Tahunan (Rp. 000)
I II III IV V
1 Penyusutan investasi 3,698 3,698 3,698 3,698 3,698
2 Perawatan 3% investasi 168 168 168 168 168
3 Izin Usaha 0.5% investasi 28 28 28 28 28
4 Gaji dan Honor
- 5 orang karyawan 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000
Total biaya tetap 3,919 3,919 3,919 3,919 3,919

b). Biaya Tidak Tetap
No Uraian Biaya Tahunan (Rp. 000)
I II III IV V
1 Bahan baku (sagu) 7,200 9,000 10,800 12,000 15,000
2 Bahan penunjang 1,000 1,200 1,500 1,700 2,000
3 Listrik + Air 1,000 1,200 1,500 1,700 2,000
4 Bahan bakar 3,600 3,840 4,080 4,320 4,560
5 Biaya transportasi 300 350 500 700 750
Total biaya tidak tetap 13,100 15,590 18,380 20,420 24,310
3). Pendapatan
No Uraian Pendapatan Tahunan (Rp. 000)
I II III IV V
1 Penjualan Rp. 2500/kg 37,800 44,625 56,700 63,000 78,750
2 Biaya tetap 3,919 3,919 3,919 3,919 3,919
3 Biaya tidak tetap 13,100 15,590 18,380 20,420 24,310
4 Pendapatan sebelum pajak 20,781 25,116 34,401 38,661 50,521
5 Pajak 10% 2,078 2,512 3,440 3,866 5,052
6 Pendapatan bersih 18,703 22,605 30,961 34,795 45,469

4). Tabel Cash Flow Usaha Berumur 5 Tahun
Thn B C NB DF 1 (12.5%) NPV DF1 PVB PVC DF2 (41%) NPV DF2 DF3 (42%) NPV DF3
0 0 5,615 -5,615 1.000 -5,615 0 5,615 1.000 -5615.0 1.000 -5615.0
1 18,703 19,097 -394 0.889 -350 16,625 16,975 0.709 -279.4 0.704 -277.4
2 22,605 22,020 584 0.790 461 17,860 17,399 0.503 293.8 0.496 289.7
3 30,961 25,739 5,222 0.702 3,668 21,745 18,077 0.357 1862.9 0.349 1823.8
4 34,795 28,205 6,590 0.624 4,114 21,722 17,608 0.253 1667.3 0.246 1620.8
5 45,469 33,281 12,188 0.555 6,764 25,232 18,469 0.179 2186.9 0.173 2111.0
Jlh 152,533 133,957 18,575 9,042 103,185 94,143 117.0 -47.0



5). Kelayakan Finansial
Kriteria Kelayakan Nilai Kriteria Keterangan
NPV + (i = 12.5%)
NPV – (i = 12.5%)
NBCR
GBCR
IRR (%)
Payback period
BEP Penjualan
BEP Harga
BEP Produksi 10.893
5.965
1.83
1.096
41.7
2 tahun, 2 bulan
5.997
1.13
6.81 Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak

c. Analisis Pasar
Dewasa ini, banyak perusahaan bermunculan dan karena persaingan antara mereka juga semakin tajam. Pada keadaan yang demikian, aspek pasar menempati kedudukan utama dalam pertimbangan investor dan pendekatan yang digunakan oleh investor dalam memperebutkan konsumen mendasarkan diri pada ”integrated marketing concept”
Pada keadaan yang disebut terakhir, nampak juga adanya kebebasan pembeli potensial untuk melakukan pilihan terhadap produk yang diperlukan. Pada situasi demikian, peran analisa aspek pasar dalam pendirian maupun perluasan usaha pada studi kelayakan usaha merupakan variabel pertama dan utama untuk mendapatkan perhatian.
- Beberapa pertannyaan dasar
Beberapa pertanyaan dasar yang perlu mendapatkan jawaban dalam aspek pasar dari usulan usaha adalah :
 Beberapa market potensial (pasar potensial) yang tersedia untuk masa yang akan datang. Untuk keperluan ini perlu diketahui tingkat permintaan masa lalu, sekarang dan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan tersebut, yang diduga jugaberpengaruh terhadap pasar potensial di masa datang. Demikian perlu diusahakan bahwa hubungan variabel tersebut dapat dibuat dalam suatu model.
 Beberapa ”market share” yang dapat diserap oleh usaha tersebut dari keseluruhan pasar potensial. Bagaimana perkembangan market share tersebut di masa yang akan datang
 Strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai market share yang telah ditetapkan. Untuk keperluan ini perlu diperhatikan kedudukan produk dalam siklus usia produk (product life cycle) dan segmen pasar yang direncanakan. Demikian pula perlu diperhatikan komposisi ”marketing mix” yang digunakan termasuk di dalamnya pemilihan skala prioritas, terutama dalam kaitanya dengan usaha investor melakukan penetrasi dan memasuki pesar.
- Peramalan Permintaan
Terdapat dua masalah yang perlu mendapat kejelasan pengertian. Pertama. pengukuran pasar potensial saat sekarang dan peramalan pasar potensial di masa yang akan datang. Kedua. Pengukuran dari sebagian pasar potensial tersebut yang dapat diraih oleh usaha yang bersangkuan saat sekarang dan pada masa yang akan datang.
- Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah berbagai usaha yang diperlukan oleh calon investor dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian hasil produksinya. Dalam hal ini perlu hendaknya dapat dibedakan antara usaha-usaha pemasaran yang dilakukan ketika pertama kali memasuki pasar dan usaha pemasaran lanjutnya sesuai dengan kedudukan produk dalam persaingan dan kedudukan produk pada siklus produk
Tanggapan penting yang mungkin terjadi atas program pemasaran yang direncanakan hendaknya juga dipertimbangkan, demikian pula kemungkinan adanya pelayanan khusus pada konsumen.

D. Kesimpulan
Dari beberapa hasil analisis kelayakan dapat diketahui bahwa usaha tepung sagu layak untuk dikembangkan dimana dari aspek teknis, memiliki ketersediaan lahan dan bahan baku yang melimpah di lokasi usaha, dari aspek finansial agroindustri tepung sagu memiliki nilai NPV yang positif sebesar Rp. 10.893.000,- pada tingkat diskonto 12.5%, IRR diatas suku bunga komersial sebesar 41.7 %, NBCR dan GBCR di atas satu (1.83 dan 1.096) dan payback periode 2 tahun 2 bulan, serta analisis pasar menunjukan peluang yang besar menggantikan tepung dari bahan gandum yang masih diimpor dari luar negeri.
E. Daftar Pustaka
BPS 2004. Kota Kendari Dalam Angka.

BPTP 2006. Sagu, Potensi Perkaya Keragaman Pangan. http://www.bppt.go.id - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Haryanto dan Pangloli 1992. Potensi Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius. Jakarta

Husnah, S. dan S. Muhammad 2000. Studi Kelayakan Proyek (Edisi Keempat). Unit Penerbit dan Percetakan. Yogyakarta.

Pakpahan A. Dan S.H Suhartini 1995. Permintan Rumah Tangga Kota di Indonesia terhadap Keanekaragaman Pangan. Jurnal Angro Ekonomi 2(5):11-15.

Sumedi T.P. 2006 Mie Sagu Tanpa Pengawet, Mudah di Produksi dan Sehat. http://www.suarapembaruan.com/News/2006/01/08/Ekonomi/eko01.htm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar